Dalam sebuah diskusi di KTT Kepemimpinan AI yang diselenggarakan oleh Credo AI, Li mengatakan tidak memahami konsep Artificial General Intelligence (AGI).
Fei-Fei Li, seorang peneliti terkemuka yang kerap disebut “Godmother AI”, secara terbuka mengakui bahwa dirinya tidak sepenuhnya memahami konsep Artificial General Intelligence (AGI). Dalam sebuah diskusi di KTT Kepemimpinan AI yang diselenggarakan oleh Credo AI, Li mengatakan bahwa definisi AGI masih sangat kabur, bahkan untuk para ahli sekalipun.
Dilansir dari Tech Crunch (5/10), “Saya berasal dari dunia akademik AI yang lebih berbasis bukti, jadi saya tidak benar-benar tahu apa maksud dari istilah AGI ini. Sejujurnya, saya tidak banyak memikirkan istilah-istilah ini karena ada banyak hal yang lebih penting untuk dilakukan,” ujar Li dalam diskusi tersebut yang diadakan di San Francisco.
Sebagai salah satu tokoh kunci dalam pengembangan AI modern, pernyataan Li cukup mengejutkan. Ia adalah pencipta ImageNet pada tahun 2006, dataset yang memainkan peran besar dalam mempercepat perkembangan AI saat ini. Pengakuan Li semakin menegaskan bahwa meskipun AGI menjadi fokus banyak perusahaan teknologi besar, seperti OpenAI, konsep tersebut masih jauh dari jelas bagi banyak pakar.
Fei-Fei Li telah lama terpesona dengan konsep kecerdasan, yang membawanya mendalami AI sejak awal 2000-an, jauh sebelum teknologi ini mendatangkan keuntungan komersial. Pada 2012, karyanya pada ImageNet, bersama AlexNet dan pemanfaatan GPU, memicu apa yang banyak orang sebut sebagai “kelahiran AI modern”.
“Saat momen itu terjadi, saya pikir kehidupan di dunia AI, serta dunia kita, tidak pernah sama lagi,” kata Li.
Li kini memimpin Stanford Human-Centered AI Institute dan mengelola startup terbarunya, World Labs, yang tengah mengembangkan apa yang disebutnya sebagai “large world models”. Meskipun istilah ini terdengar kompleks, Li menjelaskan bahwa proyek ini bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan spasial yang lebih mendalam pada AI, sebuah konsep yang melibatkan pemahaman dunia tiga dimensi secara menyeluruh oleh komputer.
Selain itu, Li juga terlibat dalam pengembangan kebijakan regulasi AI di California, setelah Gubernur Gavin Newsom memveto RUU SB 1047 yang kontroversial. Li diundang oleh gubernur untuk bergabung dalam gugus tugas AI negara bagian tersebut, dengan tugas menciptakan “pagar pembatas” untuk pengembangan dan penerapan teknologi AI secara bertanggung jawab.
Dalam diskusi, Li menyatakan pentingnya pendekatan berbasis bukti dalam regulasi AI, serta menekankan bahwa hukuman terhadap pengembang teknologi tidak selalu merupakan solusi yang tepat.
“Jika sebuah mobil disalahgunakan dan mencelakai seseorang, menghukum insinyur mobil tidak serta merta membuat mobil menjadi lebih aman. Kita perlu terus berinovasi untuk langkah-langkah keselamatan yang lebih baik, namun juga memastikan kerangka regulasi yang lebih efektif,” ujar Li.
Melalui startup World Labs, Li berambisi membawa kecerdasan spasial lebih dekat ke kenyataan, menjelaskan bahwa visi dan persepsi membutuhkan waktu ratusan juta tahun untuk berkembang dalam sejarah evolusi manusia. Menurutnya, menciptakan model dunia yang besar dan memahami interaksi spasial akan menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan AI masa depan.
“Kami tidak hanya membuat komputer untuk melihat, tetapi untuk benar-benar memahami dunia 3D. Ini lebih dari sekadar menamai objek, melainkan bagaimana melihat untuk berinteraksi dan bernavigasi di dunia nyata,” jelas Li.
Dengan pandangannya yang penuh kehati-hatian namun optimis, Fei-Fei Li mengingatkan bahwa di balik kemajuan pesat teknologi, tantangan etis dan ilmiah AI akan terus berkembang dan membutuhkan pendekatan multidisiplin untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan inklusif.